Perjalanan balik lagi
ke Jogjakarta dari mudik di lampung menjadi sebuah cerita yang memilukan
sekaligus menggembirakan. Dua bulan kumpul bareng keluarga, ketemu lagi
teman-teman lama, maen lagi futsal di LF (Lampung Futsal) , dan makan lagi bakso sony selalu aja bikin gua sedih kalo mau
balik lagi ke Jogjakarta untuk menuntut ilmu. Tapi di satu sisi
ekspektasi-ekspektasi akan sesuatu yang akan terjadi di Jogja membuat gua
selalu bersemangat untuk kembali menghirup oksigen dan merasakan temperatur
Jogjakarta.
Butuh 24 jam untuk sampe ke Jogjakarta dari Lampung. Di
perjalanan nggak kalah seru coi, dari perjalanan ini gua bisa ngeliat Indonesia
secara bijaksana. Di “Pesawat Air”
(sebutan anak kecil untuk kapal laut yang gua denger di kapal laut) gua bisa
ngerasain dan memandang indahnya laut Indonesia plus sampah-sampah yang
mengambang di tengah laut. Sebelum berangkat, anak-anak pelabuhan yang berenang
di pinggir-pinggir pesawat air ngejerit-jerit ke orang-orang yang ada diatas
kapal “Bang, lempar koinnya bang, mba koinnya mba, yang kertas juga boleh, ada
nggak?, kalo nggak ada nasi bungkus dah? , kalo masih nggak ada lemparin hati
mba aja ke aku”! (lah si abang malah nge gombal).
Disepanjang perjalanan ada banyak hal yang gua liat dari
kemegahan Jakarta sampe kemirisan di sungai di daerah Klenongan(kalo nggak
salah). Gedung tinggi, lampu kelap-kelip, karbon dioksida, karbon monoksida,
sule dan juga kerak telor memeriahkan ibukota Negara tercinta kita ini. Tapi
biasanya kalo lagi lewat Jakarta gua lagi tidur di bis (Jangan-jangan itu semua
hanya mimpi belaka). Atau austru yang ada di Jakarta korupsi, kemiskinan,
sampah-sampah, Bapak SBY dan albumnya
serta anggota-anggota DPR terhormat dan tercinta. Dan paginya gua udah sampe aja di daerah
Klenongan (kalonggak salah didaerah Tegal dan sekitarnya). Sungai-sungai
berwarna hijau lumut , lebih tepatnya irigasi irigasi berwarna hijau lumut, memenuhi
pandangan mata di sepanjang pagi itu. Sungainya mengalir lambat,
bendera-bendera Indonesia di pasang di pinggiran sungai di setiap jarak 20
meter . Nasionalisme membuncah di dalam sanubari ini coi melihat
bendera-bendera itu, sekarang memang masih bulan Agustus bulan kemerdekaan
Negara kita Indonesia. Nenek-nenek nongkrong di pinggir sungai cuma make baju
doang tanpa bawahan tapi nggak ngadep ke gua, ngadepnya kearah yang berlawanan.
Nenek itu “BAB” di pinggir sungai. Sepuluh meter selanjutnya
bapak-bapak telanjang bulet nutupin “itunya” dengan kedua tangannya. Sebuah
pornoaksi yang memilukan, bukan karena mereka mau tapi ini terpakasa karena
mereka nggak punya WC di rumahnya. Sedih, kasian, Semoga Bapak SBY dan Albumnya
bisa melihat irigasi itu dan si nenek .
Pengamen ( _) Tunggu yang ini !
Sampailah gua di Jogjakarta, kota yang selalu dirindukan
kehadirannya oleh tubuh ini. Kota yang kamis depan akan di sahkan RUU
keistimewaannya. Kota yang akan terus kreatif menghiasi dunia. Kota yang
membuat gua membaca. Kota yang mengajari, memotivasi, dan mensyukuri tentang
kehidupan. Kota yang gua menulis ini disini. Jaya Indonesia, Merdeka,.
di Pontraq
No comments:
Post a Comment