A. Pengantar
Ilmu ma’aniy
adalah ilmu yang dengannya dapat diketahui hal-ihwan lafazh bahasa arab yang
mencocoki terhadap muqtadhal haal-nya, oleh karena itu perbedaan bentuk-bentuk
kalam mengindikasikan berbedanya hal-ihwal (maqom/motif). http://nahwusharaf.wordpress.com
Dalam ilmu
ma’anni dikaji beberapa hal begitu juga dengan Istifham. Istifham mencari pengetahuan tentang sesuatu
yang sebelumnya tidak diketahui. Adatul- istifham (kata tanya ) itu
banyak sekali, diantaranya adalah hamzah dan hal.
Hamzah digunakan untuk mencari pengetahuan
tentang dua hal:
a. Tashawwur, yaitu gambaran tentang mufrod.
Dalam hal ini hamzah langsung diiringi dengan ahal yang ditanyakan dan umumnya
hal yang ditanyakan ini mempunyai bandingan yang disebutkan setelah lafaz am.
(Ajrim Ali. 2006:273)
b. Tashdiq, yaitu gambaran tentang nisbah. Dalam
hal ini bandingan perkara yang ditanyakan tidak dapat disebutkan.
Hal digunakan untuk meminta tentang tashdiq, tidak ada yang lain;
dan tidak boleh menyebut bandingan perkara yang ditanyaka tentang hal. (Ajrim
Ali. 2006:274)
Adad
istifham (alat kata Tanya) selain hamzah dan hal berupa ، (ما)، (مَنْ)، (متى)، (أيَّانَ)، (كيفَ)، (أينَ)،
(أنَّى)، (كمْ)، (أيُّ.
Man/ مَنْ untuk menanyakan keterangan makhluk yang
berakal.
Maa/ ما untuk menanyakan keterangan
nama atau hakikat sesuatu yang bernama.
Mataa/ متى untuk menanyakan keterangan
waktu, baik yang lalu maupun yang akan datang.
Ayyana/ أيَّانَ
untuk menanyakan keterangan waktu yang akan datang secara khusus dan
menunjukkan kengerian.
Kaifa/ كيفَ
untuk menanyakan keterangan keadaan
Aina/ أينَ
untuk menanyakan keterangan tempat.
Annaa/ أنَّى mempunyai tiga makna, yaitu bagaimana,
darimana dan kapan.
Kam/ كمْ untuk menanyakan keterangan jumlah.
Ayyun/أيّ
untuk menanyakan keterangan salah satu dari dua hal yang berserikat
dalam suatu perkara dan untuk menanyakan tentang waktu, tempat, keadaan,
bilangan, makhluk berakal, dan makhluk yang tidak berakal, sesuai dengan lafaz
yang disandarinya.
Seluruh adatul-istifham tersebut digunakan untuk menanyakan
tentang gambaran, dan oleh karena itu jawabannya berupa keterangan tentang
sesuatu yang ditanyakan. (Ajrim Ali. 2006:276)
Kadang-kadang redaksi istifham itu keluar dari makna aslinya kepada
makna lain yang dapat diketahui melalui susunan kalimat. Makna yang lain
tersebut adalah nafyi
(meniadakan), inkar, taqrir (penegasan), taubih (celaan), ta’zhim
(mengagungkan/membesar-besarkan), tahqir (menghina), istibtha
(melemahkan), ta’ajjub (keheranan), taswiyah (menyamakan), tamanni
(harapan yang mustahil tercapai), dan tasywiq (merangsang) (Ajrim Ali. 2006:280).
B. Studi Kasus
Al buhturi seorang sastrawan arab yang lahir di Manbij Syria berkata
dalam syairnya
ألست أعمهم جودا
و أزكا , هم عودا و أمضاهم حساما؟
Bukankah anda adalah orang yang paling merata kemurahannya, paling sehat
badannya, dan paling tajam pedangnya?
(Ajrim Ali. 2006:277)
Pada istifham terdapat redaksi-redaksi istifham dengan makna-maknanya
yang hakiki. Namun ada juga redaksi-redaksi istifham itu kadang-kadang
menyimpang kepada makna-makna yang lain yang dapat diketahui melalui susunan
kalimatnya.
Al-buhturi pada contoh diatas tiada lain bermaksud memotivasi orang yang
dipujinya untuk mengakui kebolehan yang didakwakan kepadanya, yakni mengungguli
seluruh khalifah dalam hal kemurahan, kekuatan fisik, dan keberaniannya. Ia
sama sekali tidak bertanya kepada mukhatbahnya tentang semua kebolehan
tersebut. Jadi, istifham pada kalimat tersebut bermakna taqrir (penetapan/penegasan) . (Ajrim Ali. 2006:279)
C. Kesimpulan
Dalam istifham makna yang disampaikan dlaam redaksi- redaksi Istifham
tidak hanya bermakna hakiki. Beberapa kasus mendapati makna-makana yang
menyimpang dari redaksi-redaksi istifham tersebut .
D. Daftar Pustaka
Ajrim ali. 2006. Terjemahan Al-Balaaghatul Waadhihah. Bandung:
Sinar Baru Algensido
http://nahwusharaf.wordpress.com
(Tugas Balaghah)
No comments:
Post a Comment